Islam pada awal perkembangannya sudah mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan dan pengajaran pada saat itu dinamakan “kuttab”, disamping masjid, rumah, istana, dan perpustakaan. Kuttab adalah suatu lembaga pengajaran yang khusus sebagai tempat belajar membaca dan menulis. Pada mulanya guru-guru kuttab tersebut adalah orang-orang nonmuslim, terutama orang-orang Kristen dan Yahudi. Oleh karenanya pada awal Islam kuttab dijadikan tempat belajar membaca dan menulis saja, sedangkan pengajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama diberikan di masjid oleh guru-guru khusus. Kemudian untuk kepentingan pengajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan pelajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama, diselenggarakan kuttab-kuttab yang terpisah dari masjid.
Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab tersebut dijadikan sebagai pendidikan tingkat dasar, sedang Masjid dalam bentuk halaqah yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang berbagai ilmu pengetahuan, merupakan pendidikan tingkat lanjutan. Pendidikan di Masjid ini, biasanya hanya untuk orang-orang dewasa dengan sistem halaqah (lingkaran). Dari situlah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama Islam, dan dari situ pula muncul mazhab-mazhab dalam berbagai bidang disiplin ilmu yang pada masa itu disebut madrasah. Dalam arti etimologis yaitu aliran atau jalan pemikiran.
Untuk menampung kegiatan halaqah yang semakin marak sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajar dan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang maka dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan halaqah tersebut di sekitar masjid dan dibangun pula tempat-tampat khusus untuk para guru dan pelajar sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar yang disebut dengan nama “Zawiyah” atau “Ribath”.
Pada dasarnya timbulnya madarasah didunia Islam merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah tersebut guna menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar secara kuantitas semakin membengkak.
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq).
Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya “membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy. Baik dari bahasa Arab atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”. Pada umumnya, pemakaian kata “Madrasah” dalam arti sekolah tersebut, mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Yang berjenjang dari madrasah ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Namun, kata “Madrasah” pada awal perkembangannya mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : berarti aliran atau mazhab, kelompok atau golongan filosuf, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu yang berpegang pada metode atau pemikiran yang sama.
Beberapa pengertian di atas, terjadi karena aliran-aliran yang timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagaian besar madrasah yang didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang mashur, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah.
Jadi kata “madrasah” pada awal perkembangannya, diartikan jalan pemikiran seorang pemikir atau kelompok pemikir dalam suatu bidang ilmu, kemudian diartikan tempat belajar atau lembaga pendidikan dan pengajaran seperti sekolah yang berkonotasi khusus yaitu yang banyak mengajarkan agama Islam atau ilmu-ilmu keIslaman. Kedua arti tersebut masih terasa dilakukan mayoritas umat Islam sampai sekarang, karena madrasah merupakan tempat penyebaran paham aliran atau mazhab yang dianut untuk disosialisasikan ke seluruh umat. Misalnya madrasah NU yang disebut dengan “al-Ma’arif” menyebarkan misi Syafi’iyahnya, dan madrasah Muhammadiyah yang membawa paham kemuhammadiyahannya, dan seterusnya.
Pertama kali timbul istilah “Madrasah” adalah berkenaan dengan upaya khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid guna menyediakan fasilitas belajar ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya dilingkungan klinik (Bimaristain) yang dibangunya di Baghdad. Komplek ini dikenal dengan sebutan “Madrasah Baghdad”. Namun kelihatannya pemakaian istilah tersebut cenderung anatema, terutama kalau diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari madrasah Baghdad, kecuali munculnya Bait al-Hikmah dimasa Makmun.
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang munculnya madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang kita kenal seperti sekarang ini. Hasan Ibrahim Hasan berpendapat bahwa, madrasah belum muncul sebelum abad IV Hijriyah (sebelum 10 Masehi), menurutnya madrasah pertama adalah Madrasah al-Baihaqiyah di Naisabur. Al-Baihaqiyah yang didirikan di Naisapur oleh Abu Hasan ali al-Baihaqi (w. 414 H).
Hasil penelitian seseorang peneliti Richard Bulliet pada tahun 1972, mengungkapkan bahwa selama dua abad sebelum madrasah Nidhamiyah di Baghdad sudah berdiri madrasah di Naisapur sebanyak 39 madrasah dengan madrasahnya yang tertua yaitu “Miyan Dahiya” yang mengajarkan fiqh Maliki.
Demikian juga Naji Ma’ruf mengatakan, bahwa 165 tahun sebelum madrasah Nidhamiyah sudah ada madrasah di Maa waraa al-Nahri dan khurrasan. Sebagai bukti ia mengungkapkan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail bin Ahmad (w. 295 H) mempunyai madarasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada masa awal ini didirikan oleh seorang ulama fiqh dengan tujuan utama untuk mengembangkan ajaran mazhabnya. Pada umumnya madrasah tersebut mengajarkan satu mazhab fiqh saja dan sebagian besar bermazhab Syafi’i. Dari 39 madrasah yang dikemukakan oleh Bulliet, hanya satu madrasah yang mengajarkan fiqh Maliki, empat madrasah yang mengajarkan fiqh mazhab Hanafi, dan yang lainnya mengajarkan fiqh mazhab Syafi’i.
Pendapat lain mengatakan bahwa madrasah muncul pertama kali di dunia Islam adalah madrasah al-Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham al-Mulk, seorang penguasa dari Bani Saljuk (w. 485 H.) Ibnu Atsir menyebutkan bahwa Nizham al-Mulk seorang wazir sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan dua madrasah yang terkenal dengan nama madrasah al-Nizhamiyah di Baghdad dan di Naisapur, kemudian diberbagai wilayah yang dikuasainya.
Dari berbagai keterangan di atas kirannya jelas bahwa istilah madrasah pernah muncul pada masa Khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid yang disebut dengan “Madrasah Baghdad”, akan tetapi belum populer dan mengalami stagnasi. Madrasah di kawasan Naisapur pada abad ketiga. Para peneliti kebanyakan menyebutkan wilayah yang sama yaitu di Naisapur, namun, berbeda madrasah mana yang dimaksud. Sebagian peneliti menyebutkan madrasah “al-Baihaqiyah”, tetapi ternyata jika dilihat dari masa hidup pendirinya yaitu Abu Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat 414 H, pendapat ini kurang tepat. Sebagian lagi berpendapat madrasah “Miyan Dahiya”, mungkin pendapat inilah yang lebih kuat. Sedang madrasah Nizhamiyah di Baghdad adalah madrasah terbesar pertama di dunia Islam yaitu pada abad kelima Hijriyah.
Lanjut ke Bagian II
0 komentar:
Posting Komentar