Neo-Confucianisme: Madzhab gagasan-gagasan Platonik
Hanya dua puluh dua tahun setelah kematian Ch’eng Yi (1033-1108), Chu His (1130-1200) lahir di Provinsi Fukien sekarang ini. Perubahan politik yang berlangsung selama 20 tahun tahun itu sangat dahsyat.
Kedudukan Chu His dalam Sejarah Cina
Chu His, lebih dikenal sebagai Chu Tzu atau Guru Chu, adalah seorang filsuf yang sulit dipisahkan dari argument berpikir terang, berpengetahuan luas dan menghasilkan banyak karya tulis. Perlu di ingat bahwa kaum neo- Confucianisme memandang untaian ajara Confucius, Mencius, Chung Yung atau doktrin jalan tengah serta Ta Hsueh atau pelajaran agung sebagai naskah-naskah penting. Confucianisme memperoleh supremasi ketika masa berkuasnya dinasti Han adalah karena adalah dalam mengkombinasikan pemikiran spekulatif dengan ilmu pengetahuan. Dalam diri Chu His, dua aspek confucianisme ini sangat sempurna, sehingga ia menjadi filsuf peringkat pertama.
Neo-Confucianisme merupakan upaya untuk menciptakan bentuk yang lebih rasionalis dan sekuler dari Konfusianisme dengan menolak unsur-unsur takhayul dan mistis dari Taoisme dan Buddhisme yang dipengaruhi Konfusianisme selama dan setelah Dinasti Han. Meskipun Neo-Confucius secara kritis dan Taoisme Buddhisme, dua memang memiliki pengaruh pada filosofi, dan Neo-Confucius meminjam istilah dan konsep dari keduanya. Namun, tidak seperti Buddha dan Taois, yang melihat metafisika sebagai katalis untuk pengembangan spiritual, pencerahan agama, dan keabadian, Neo-Confucius menggunakan metafisika sebagai panduan untuk mengembangkan rasionalis etika filsafat.
Neo-Confucianisme merupakan filsafat sosial dan etika menggunakan ide-ide metafisik, beberapa dipinjam dari Taoisme, sebagai kerangka kerjanya. Filosofi dapat dicirikan sebagai humanistik dan rasionalistik, dengan keyakinan bahwa alam semesta bisa dipahami melalui akal manusia, dan bahwa terserah kepada umat manusia untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara alam semesta dan individu.
Rasionalisme Neo-Confucianisme adalah berbeda dengan mistisisme dari sebelumnya dominan Buddhisme Chan , yang akhirnya mati di Cina dan hanya bertahan di Jepang. Berbeda dengan umat Buddha, Neo-Konghucu percaya bahwa realitas ada, dan dapat dipahami oleh umat manusia, bahkan jika penafsiran tentang realitas yang sedikit berbeda tergantung pada sekolah Neo-Confucianisme.
Tapi semangat Neo-Confucianisme rasionalisme yang bertentangan dengan yang mistisisme Buddhis. Sedangkan Buddhisme bersikeras ketidaknyataan hal, Neo-Confucianisme menekankan realitas mereka. Buddhisme dan Taoisme menegaskan keberadaan yang keluar dari, dan kembali ke, keberadaan non Neo-Confucianisme dianggap realitas sebagai realisasi bertahap dari Ultimate Besar. Buddha, dan untuk beberapa derajat, Tao juga, mengandalkan meditasi dan wawasan untuk mencapai alasan tertinggi.
Sifat dan Jiwa
Menurut Chu His ketika sesuatu yang bersifat individu masuk kedalam eksistensinya, maka Li tertentupun hadir di dalamnya secara inheren, yang menjadikannya seperti apa adanya ia dan menetapkan apa yang menjadi sifatnya. Ugkapan Ch’eng Yi bahwa “sifat itu sesungguhnya adalah Li”. Li yang dibicarakan di sini bukan Li dalam bentuknya yang universal, namun Li yang hanya hadir dalam inheren pada setiap individu. Seseorang manusia agar memiliki eksistensi yang konkrir, harus menjadi perwujudan Ch’i. Li untuk semua manusia adalah sama, Ch’I yang kemudian membuat berbeda. Chu shi berkata “dimanapun Li ada, Ch’I pasti juga ada. Begitu juga dengan teori Chu His tentang asal mula kejahatan, seperti yang dijelaskan oleh plato waktu dulu, setiap individu agar memiliki kekonkritan harus menjadi perwujudan materi, dengan perwujudan materi itu kemudian ia bisa dilibatkan, sehingga ia tidak cukup berada pada posisi ideal saja. Chu His berkata “segala sesuatu tergantung pada dukungan fisiknya”.
Filsafat Politik
Apabila setiap jenis sesuatu da dalam dunia ini memiliki Li sendiri, berarti Negara sebagai sebuah organisasi yang memiliki eksistensi konkrit seharusnya juga mempunyai Li kenegaraan atau pemerintahan. Jika Negara dioranisir dan diperintah sesuai dengan Li yang dimilikinya maka Negara itu akan keluar dari keteraturan dan terjerumus dalam kekacauan. Mencius menegaskan bahwa ada dua jenis pemerintahan, yakni Wang atau pemerintahan raja dan Pa atau penguasa militer. Chi His dan kaum Neo-Confucianisme yang lain berpendapat bahwa semua pemerintahan sejak dinasti Han hingga dinasti T’ang cenderung kearah Pa.
Metode pengembangan Spiritual
Gagasan Platonik bahwa kita tidak dapat memiliki sebuah Negara yang sempurna “sampai filsuf nenjadi raja atau raja filsuf”, dipedomani oleh filsuf China. Karena inti tertinggi merupakan totalitas Li dari segala sesuatu, maka Li ini ada dalam seluruh batin kita, tetapi dalam kungkungan jasmani kita, mereka tidak semua terwujudkan. Menurut Chu His sama seperti yang dipikirkan oleh Ch’eng Yi yaitu dua kali liputan: “perluasan pengetahuan lewat penyelidikan segala sesuatu,” dan “perhatian penuh dari jiwa”. Seperti yang Chu His katakana “tidak ada kecerdasan manuisa sama sekali yang kekurangan pengetahuan, dan tidak ada satu hal pun di dunia ini yang tanpa Li”.
Metode pengembangan spiritual Chu His sangat mirip dengan metode Plato. Teorinya mneyatakan bahwa didalam sifat kita ada Li dari segala sesuatu, sangat mirip dengan teori Plato tentang pendahuluan yang mendahului. Menurut Plato: “kita memperoleh pengetahuan sebelum lahirnya seluruh esensi”.
Referensi pada sejarah Filsafat Cina
0 komentar:
Posting Komentar