Para fisuf sebelumnya di dunia Yunani-filsuf dari abad 6 SM telah bergulat dengan permasalahan menjelaskan alam jasmani dengan menanyakan apa yang merupakan zat dasar diluar yang menyusun bumi ini ? mereka semua sepakat bahwa berbagai macam benda yang kita lihat didunia merupakan transformasi, perubahan satu jenis benda saja, namun mereka berbeda pendapat apa yang menjadi benda atau zat dasar yang menjadikan berbagai benda tersebut: air, udara, atau api..??? Melalui ini, masalah utama filsafat tercipta-masalah perubahan, transformasi dari satu benda menjaladi banyak benda. Apakah yang berubah menjadi banyak ? Lalu bagaimana itu bisa hanya satu ? Apakah yang banyak itu hanya variasi, transformasi, ataukah perubahan dari satu benda yang permanen dan tak berubah ? Lalu bagaimana bisa jadi banyak ?
Perdebatan ini diwakili dua filsuf besar Pra-Sokratik: Heracleitos dan Parmenides. Heracleitos yang mashur sekitar tahun 500 SM, merupakan seorang anggota kehormatan kota Ephesus yang pesimis dan tersisih. Heracleitos berpendapat bahwa sifat dasar realitas adalah perubahan itu sendiri. Lawan Heracleitos adalah Parmenides dari Elea, yang masyhur pada sekitar 465 SM, dan menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Parmenides berpendapat bukan perubahan, tapi kepermanen-an yang menjadi sifat realitas. Realitas itu satu, tunggal, tetap dan tak berubah.
HERACLEITOS
1. Riwayat Hidup
Heracleitos hidup di Ephesos di Asia Minor sekitar tahun 500 SM, atau dalam keterangan lain ia hidup antara 540-480 SM. Ia adalah kawan sewaktu Pythagoras dan Xenophanes, tapi dia usianya lebih tua dari pada mereka. Sulit sekali mengerti maksud pikirannya, dan rupanya kesulitannya itu bukan saja dirasakan dalam zaman kita, sebab sudah dalam masa purba ia diberi nama julukan “si gelap (ho skoteinos).
2. Ajarannya
Menurut Herakleitos, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Tidak ada satu pun di alam ini yang bersifat permanen/tetap. Apa yang kelihatan tetap, sebenarnya ia berada didalam proses perubahan yang tiada henti-hentinya. Adapun ucapan-ucapan Heracleitos yang sangat terkenal yang menggambarkan pandangan filsafatnya, yaitu: pan tarhei kai uden menei, “semuanya mengalir dan tidak ada satu pun yang tinggal menentap”. Heracleitos berkeyakinan bahwa api adalah elemen utama dari segala sesuatu yang timbul. Karena api itu lebih dari pada air dan udara dan setiap orang dapat melihatnya, dan sebagai sifatnya api mudah bergerak dan mudah bertukar rupa pula. Dan perubahan yang tak henti-henti itu dibayangkan Heracleitos atas dua cara:
1. Ia mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan arus sungai yang mengalir.
Maksudnya, sungai selalu mengalir terus, sehingga air sungai senantiasa dibaharui. Seperti yang terdapat dalam fragmen yang terkenal “Engkau tidak bisa turun dua kali kesungai yang sama”.
2. Ia mengatakan bahwa seluruh kenyataan adalah api.
Karena menurutnya asal segala sesuatu itu hanyalah satu analisir, yakni api. Karena api membakar semuanya, menjadikan semuanya api dan akhirnya menukar/berubah lagi menjadi abu, semuanya bertukar menjadi api, dan api bertukar menjadi semuanya. Api yang yang selalu bergerak dan berubah rupa itu menyatakan, bahwa tidak ada yang tenang dan tidak ada yang tetap, semuanya berubah-ubah.
PARMENIDES
1. Riwayat Hidup
Parmenides adalah seorang Filosof Elea yang di lahirkan di Elea, tepatnya di Italia Selatan, sekitar tahun 54 SM. Tapi, ada pula yang mengatakan ia lahir sekitar tahun 515 SM. Pada tahun ini, dapat ditentukan atas kesaksian Plato yang menceritakan bahwa Parmenides pada usia 65 tahun bersama dengan muridnya Zeno, berkunjung ke Athena dimana ia bercakap-cakap dengan Sokrates yang masih muda pada saat itu.
Parmenides adalah seorang ahli politik dan ia juga pernah memangku jabatan pemerintahan. Tapi, ia terkenal bukan karena itu, melainkan karena ia adalah seorang ahli fikir yang melebihi siapa saja pada masanya. Parmenides adalah murid dari Xenophanes, yang pada waktu mudanya ia sangat tertarik pada lagu-lagu Xenophanes, yang menurutnya banyak mengandung pelajaran. Dan ia mengarang filsafatnya dalam bentuk puisi/syair-syair.
2. Ajarannya
Parmenides dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah Filsafat, bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern. Ini disebabkan karena fahamnya yang menganggap segalanya tentang benar atau tidaknya sesuatu bergantung kepada logika sepenuhnya. Pikiran Parmenides adalah kebalikan dari Heracleitus. Bagi Heracleitus, realitas seluruhnya tidak lain adalah gerak dan perubahan, bagi Parmenides, gerak dan perubahan tidak mungkin. Menurutnya realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Menurutnya, jalan kebenaran bersandar pada satu keyakinan dan Parmenides akhirnya membulatkan pokok keterangannya/ajarannya dengan semboyan “ hanya yang ada itu ada, dan yang tidak ada itu tidak”. Itulah kebenaran menurutnya.
Dan ajaran kebenaran yang disampaikan oleh Parmenides tentang yang “ada” ada dan “yang tidak ada” tidak ada, menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak kecil.
1. “yang ada” adalah satu dan tak terbagi, pluralitas (kejamakan) tidak mungkin. Tentu saja, karena tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan “yang ada”.
2. “yang ada” kekal dan tidak terubahkan. Karena seadainya ada prubahan, itu berarti “yang ada” mejadi tidak ada atau “yang tidak ada” menjadi “yang ada”
3. Lantas harus dikatakan bahwa “yang ada” itu sempurna, karena tidak ada sesuatupun yang dapat ditambah dari padanya dan tidak ada yang dikurangi
4. “yang ada” mengisi segala tempat dan tidak ada ruang kosong.
ZENO
1. Riwayat Hidup
Zeno lahir di Elea sekitar tahun 490 SM, ia adalah murid setia Parmenides. Sebagaimana gurunya, ia pun mempunyai peranan politik dalam dikota Elea. Ia mempertahankan filsafat gurunya tidak dengan menyambung keterangan ataupun menambahkannya, melainkan dengan membalikan serangan terhadap perkataan lawannya. Ia pernah mengarang beberapa buku, tapi semuanya telah hilang. Menurut cerita Plato, salah satu bukunya yang terkenal itu dikarangnya pada usia muda, yang didalam buku itu ia membela ajaran gurunya Parmenides.
2. Ajarannya
1. Agumentasi melawan ruang kosong
Andai saja bila ruang kosong ada, ruang itu mempunyai ruang dalam ruang lain, yang harus ditempatkan dalam ruang lain lagi dan seterusnya sampai tak terhingga. Dan itu pasti mustahil. Maka, dapat disimpulkan bahwa ruang kosong itu tak ada, maksudnya sama seperti Parmenides, “yang ada” itu tidak ditempatkan dalam suatu yang lain.
2. Argumentasi melawan pluralitas
Jika suatu potongan garis terdiri dari titik-titik, maka potongan garis itu dapat dibagi-bagi. Karena setiap bagian itu, sekurang-kurangnya memilki dua titik, yaitu titik pangkal dan titik akhir. Dan titk-titik itu memilki panjang tertentu atau tidak. Jika titik yang panjangnya tertentu, dapat disimpulkan bahwa potongan garis itu tak terhingga panjangya. Dan jika titik tidak memilki panjang tertentu, dapat disimpulkan bahwa potongan garis itu, tak terhingga pendeknya (sama dengan nol). Tapi, kedua kesimpulan itu, sama mustahilnya, karena, ternyata suatu potongan garis mempnyai panjang yang berhingga. Dan dengan kata lain, pluralitas itu tidak mungkin.
3. Argumentasi melawan gerak
Zeno memberi empat argument, untuk membuktikan bahwa gerak itu tidak mungkin. Disini jalan fikiran Zeno sama dengan argumentasi-argumentasi diatas.
a. Akhilles dan kura-kura
Akhiles, seorang yang larinya cepat seperti kilat, ia tidak dapat mengejar kura-kura, yang begitu lambat jalannya. Akhilles harus lebih dahulu mencapai titik dimana kura-kura berada saat ia berangkat. Setibanya disitu, kura-kura sudah lebih jauh lagi dan seterusnya. Dan jarak antara Akhilles dan kura-kura selalu berkurang dan tidak pernah habis-habis.
b. Anak panah
Anak panah yang dipanahkan dari busurnya tidak bergerak, tetapi diam. Karena, saat ia berada dalam suatu tempat tertentu yang sama persis dengan panjangnya, ia selalu berada antara kedua ujungnya, dan selalu dalam kadaan diam. Dan pada saat berikutnya ia berada lebih jauh, tetapi ia juga tetap tidak bergerak., melainkan diam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang, Drs., Ahmad Saebani, Beni, Drs., Filsafat Umum, Bandung, 2008
Bertens, Dr. K., Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, 1999
Hatta Mohammad, Alam Fikiran Yunani, Jakarta, 2006
0 komentar:
Posting Komentar