Kebesaran Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali
Sulit didapat seorang ahli pikir yang telah meninggalkan pengaruh besar dan memberikan wajah baru dalam islam, seperti al-Ghazali. Ia sendiri hidup dalam masa, dimana jiwa keislaman yang sebenarnya sudah merosot sedemikian rupa, dan keimanan akan pokok kenabian dan hakikatnya, serta mengamalkan ajaran-ajarannya sudah mengalami kekendoran. Menurut penglihatan al-Ghazali, disebabkan karena orang-orang yang memasuki lapangan filsafat dan tasawuf, orang-orang yang mempertalikan dirinya dengan syi’ah Batini, dan ulama-ulama fiqh serta ilmu kalam yang hanya mengajarkan upacara-upacara lahiriah pada orang banyak.
Maka keperluan akan pembaharuan agama mendesak sekali yaitu yang dapat memberikan nilai-nilai rohaniah serta moral terhadap perbuatan-perbuatan lahir. Alam bukunya Tahafut al-Falasifah, ia telah menguji setiap pemikiran filsafat dan menunjukan kelemahannya. Meskipun memerangi filsafat, namun ia tetap seorang filosof yang kadang-kadang menjelaskan kepercayaan islam berdasarkan teori-teori Neo Platonisme. Ia juga mengikuti pikiran-pikiran al-Farabi dan Ibnu Sina tentang kejiwaan, sebagaimana ia tetap setia kepada logika Aristotele, dan selalu mengemukakan dalil-dalil Syara’, sampaipun dalam soal kepercayaan.
Al-Ghazali juga mengambil jalan tasawuf, tetapi membebaskan tasawuf dari setiap tindakan yang dapat menjauhkannya dari islam, seperti pikiran hulul (Tuhan bertempat pada manusia), ittihad (menunggalnya manusia denganTuhan), dan Wihdat al-Wujud (kesatuan wujud-wujud itu hanya satu, yaitu Tuhan). Al-Ghazali juga dengan jelas menentang pikiran tasawuf yang mengatakan bahwa seorang yang tasawuf apabila telah mencapai tingkatan ma’rifat, tidak lagi mengenal batas larangan dan sudah menjadi bebas dari ikatan-ikatan Syara’. Dan tujuan al-Ghazali dikalangan filosof-filosof adalah menghidupkan semangat baru bagi islam.
www.selayangpandang al-Ghazali.com
0 komentar:
Posting Komentar